ADVERTISEMENT

Korupsi Orde Baru vs Korupsi Era Reformasi, Mana yang Lebih Parah?

Article published by author, not representing abigcan’s views. Authorized by abigcan.

ADVERTISEMENT

Korupsi merupakan sebuah permasalahan yang telah lama menghantui Indonesia. Sebagai bentuk kejahatan di mana pelakunya sering kali adalah pejabat atau individu yang memegang kewenangan, korupsi merugikan masyarakat dengan mengalihkan dana publik untuk kepentingan pribadi. Seiring dengan berjalannya waktu, korupsi di Indonesia terus merajalela dan menunjukkan adanya perubahan dalam karakteristik dan skala pelakunya. Dalam artikel ini, kami akan melakukan analisis perbandingan antara korupsi pada masa Orde Baru dan era Reformasi, serta menyoroti alasan mengapa korupsi masih menjadi masalah serius yang menghantui bangsa ini.

Korupsi di Indonesia: Sebuah Pandangan Sejarah

Sejarah korupsi di Indonesia tidaklah baru. Bahkan sejak zaman kolonial, korupsi sudah menjadi bagian dari pemerintahan. Sebagai contoh, pada masa Daendels, terdapat laporan korupsi yang melibatkan pejabat pemerintahan. Meskipun Daendels telah memberikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan raya pos Anyer-Panarukan pada tahun 1808-1811, tetapi masih ada indikasi korupsi yang dilakukan oleh pejabat tersebut. Hal serupa juga terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru dan era Reformasi.

Korupsi pada Masa Orde Baru: Sentralisasi dan Monopoli

Pada masa Orde Baru, korupsi memiliki karakteristik yang berbeda dengan era Reformasi. Salah satu perbedaannya terletak pada sentralisasi dan monopoli korupsi oleh Presiden Soeharto. Semua praktek korupsi diatur dan dikendalikan oleh Presiden Soeharto dan kelompok dekatnya. Melalui pemanfaatan kekuasaan politiknya, Soeharto memperkaya diri sendiri, keluarga, dan orang-orang terdekatnya. Jabatan-jabatan penting pun diberikan kepada orang-orang yang mendukungnya, untuk menjaga kekuasaannya dan melindungi praktik korupsi selama masa jabatannya.

Korupsi dalam Era Reformasi: Persebaran yang Lebih Masif

Setelah masa Orde Baru berakhir, bangkit semangat anti-korupsi yang kuat dalam masyarakat. Namun, hasilnya ternyata berbanding terbalik dengan harapan. Korupsi pada era Reformasi justru menunjukkan karakteristik yang berbeda dengan masa sebelumnya. Tidak ada lagi monopoli dan sentralisasi korupsi, melainkan korupsi yang tersebar dan dilakukan oleh berbagai pihak. Para anggota DPR, pemerintah daerah, dan kotamadya terlibat dalam praktek korupsi masing-masing, dengan beragam kasus yang terungkap. Bahkan, individu-individu yang dulu berperan dalam pergulatan politik melawan Soeharto dapat menjadi pelaku korupsi masa kini. Kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menjadi sangat penting dalam menangani masalah ini.

Tidak Ada yang Lebih Parah: Korupsi sebagai Kejahatan yang Harus Diberantas

Mengingat perbedaan karakteristik dan skala korupsi antara masa Orde Baru dan era Reformasi, sulit untuk membandingkan mana yang lebih parah. Namun, yang jelas adalah bahwa korupsi adalah kejahatan yang harus diberantas tanpa pandang bulu. Tidak peduli apakah korupsi dilakukan secara terpusat atau tersebar, semua bentuk korupsi merugikan negara dan masyarakat. Penting untuk mencatat bahwa tingkat keparahan korupsi tidak boleh menjadi alasan untuk mengabaikan permasalahan ini. Bahkan Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, menyatakan frustrasinya terhadap tingginya tingkat korupsi di Indonesia dan menyebutnya sebagai “noleh dikit ada korupsi”. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi telah menjadi masalah yang meresap di semua lapisan masyarakat dan memerlukan tindakan tegas untuk memberantasnya.

Mengatasi Korupsi: Tantangan dan Harapan

Untuk mengatasi korupsi, diperlukan upaya yang komprehensif dan sinergis dari berbagai pihak. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang bahaya korupsi dan pentingnya integritas harus menjadi prioritas. Selain itu, penegakan hukum yang kuat dan tegas terhadap pelaku korupsi serta perlindungan terhadap whistleblower menjadi langkah penting dalam memberantas korupsi. Penguatan lembaga antikorupsi, seperti KPK, juga harus terus dilakukan, baik dari segi kelembagaan maupun sumber daya yang memadai. Selain itu, pendidikan moral dan etika yang kuat dalam sistem pendidikan nasional juga harus ditekankan untuk membentuk generasi yang tumbuh dengan prinsip integritas.

Kesimpulan

Korupsi di Indonesia telah melanda negara ini sepanjang sejarahnya, baik pada masa Orde Baru maupun era Reformasi. Meskipun terdapat perbedaan dalam karakteristik dan skala korupsi antara dua periode tersebut, korupsi tetap merupakan kejahatan yang merugikan negara dan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, tidak ada yang lebih parah atau lebih ringan dalam hal korupsi. Yang terpenting adalah upaya bersama dalam memberantas korupsi dan mewujudkan tatanan yang bersih, transparan, dan berintegritas di Indonesia. Hanya dengan komitmen yang kuat dan tindakan nyata, kita dapat meraih masa depan yang lebih baik, di mana korupsi tidak lagi menghantui bangsa ini.

ADVERTISEMENT

Article published by author, not representing abigcan’s views. Authorized by abigcan.

Add Comment